Rabu, 26 September 2012

Suatu Kenangan dari Suatu Gambar

Senja ini saat aku menulis jurnal di kursi sofaku yang empuk, lampu ruang tamu menyinariku dengan terang. Aku menatapnya dan aku menyipitkan mataku. Perhatianku kembali teralih ke laptop.

Hari ini setelah aku pulang sekolah, aku berjalan ke dapur. Angin dingin berhembus masuk melalui pintu depan. iPad ayahku tergeletak di atas meja.  Aku mengingat kejadian beberapa minggu yang lalu. Sangat tidak menyenangkan.

Pernah aku menggambar manga di iPad tersebut. Gambar itu aku kerjakan sejak bulan Agustus. Betapa senangnya aku ketika aku bisa menggambar di situ karena aku menikmati setiap gerakan yang aku sapukan di atas permukaan itu yang licin. Satu-satu helai rambut terbentuk di atas kepala karakter yang aku gambar, dan gradasi yang mulus selau tumbuh di setiap ujung rambutnya.

Karakter yang aku ciptakan adalah seorang anak laki-laki yang sedang tertawa sambil mengacungkan dua tangannya yang membentuk tanda "v". Dia seakan-akan hidup, bisa berkomunikasi denganku hanya dengan satu tatapan. Aku sering tertegun saat aku menatap matanya. Bahkan tanpa sadar aku sering tersenyum kepada driku hanya karena menatap anak ini. Aku tahu ini agak gila.

Kadang sambil aku menggambarnya, aku suka termenung tentang berbagai hal yang tidak bisa aku jelaskan. Kadang saat aku menggambarnya, aku menyimak hal-hal di sekitarku, seperti menikmati setiap detik kesunyian. Kadang saat menggambarnya, aku bisa mencium perubahan udara di sekitarku.

Hasil foto yang aku ambil dengan ponsel,
di-edit sedikit sekali dengan Corel Photo Paint
Suatu hari, hal yang paling buruk menimpa gambarku. Program iPad ayahku yang aku gunakan crash. Data-dataku selama ini hilang, padahal hanya satu langkah lagi karyaku selesai. 

Untuk sesaat aku terdiam, tidak percaya apa yang aku tatap di depanku. Hanya terpampang layar kosong, tidak ada senyum yang berasal dari si tokoh yang aku ciptakan. Tidak ada sinar mata yang hidup menatap aku dalam-dalam. Tidak ada tawa yang terdengar dalam kepalaku.

Aku merasa frustasi, aku berusaha mencoba mengembalikan gambar itu dengan berbagai cara, tetapi hasilnya sama saja. Tetap saja layar itu kosong. Tidak ada gunanya.Satu-satunya kenangan dari anak ini yang aku abadikan adalah satu jepretan dari kamera ponselku. Aku ingin sekali menggigit bibir bawahku, tetapi aku hanya bisa mengambil nafas dalam. Mulutku mulai terasa pahit.

Aku menyadari bahwa dia tak ada. Tidak pernah ada, dan selamanya tidak akan pernah ada lagi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar